Cerbung: Tak Selamanya Indah Membawa Indah (Bagian Terakhir)

By Opini Ummah | 11 July 2024 09:37:01 | 43 | 0
gambar oleh pexels
gambar oleh pexels

Oleh : Budi S. Azzada (Penulis Novel Nadzar-Nadzar Jiwa)
 

HP ungunya berdering membuyarkan kalutnya, ”Ya..” Fajar teman Erwin agaknya yang menghubungi. Hatinya mengapa menjadi berdebar. Ada apa?

”Ndah.. indah” ucap suara itu, “Erwin kecelakaan, ndah. Lima menit lalu saat pulang dari kampus dengan Hanna” ucapnya beruntun tanpa koma. Nafasnya tersengal. “Hanna kritis. Dan.. dan.. Er.. Erwin..” sejenak Fajar berhenti. Seperti ada sekat yang menghalangi mulutnya. Dada Indah berdebar menunggu.

“Erwin kenapa, Jar?” desak Indah dengan suara meninggi. 

“Jarr.. katakan. Bagaiman dengan dia..?” tanya Indah cemas.

 “Erwin.. Erwin tak tertolong.. Ia meninggal, ndah” lanjut Fajar pelan.

Indah lemas. Inilah jawaban Tuhan akan kesombongannya. Pada siapa anak yang tengah ia kandung itu akan memanggil papa. Ia pingsan. 

 

”No 32. Ibu Indah...” suara resepsionis kencang mengagetkan lamunan.

Ia bangkit payah. Sebulan lagi ia akan melahirkan anak Erwin. Saat masuk ruangan, Dokter kandungan memeriksanya seksama dengan Ultrasonografi. Dokter itu menggeleng sembari letakkan alat scannya. Ia berkata lirih, ia ingin orang di hadapannya tak terkejut, ”Maaf, anak ibu sampai saat ini masih sungsang. Bila tak berubah maka kemungkinan besar akan operasi caecar..”

Indah menggigit bibirnya dengan gigi putihnya. Ia berlalu dari hadapan dokter setelah menjumput obat yang harus ia tebus. Caecar? Uang darimana? Orang tuanya yang hanya seorang bakul kue tentu tak bisa diandalkan. Bayarannya sebagai foto model lokal tak cukup untuk itu. Segala gemuruh pikiran bergumul jadi satu. Saat akan keluar dari klinik, HPnya kembali bergetar. Ada SMS masuk. 

”Bagaimana kabarmu, sahabatku? Baik-baik saja, Kan? Lama kita tak ketemu setelah berpisah SMU dulu. Oh ya.. Alhamdulilah, Ahad depan aku akan menikah dengan Ustadz Jakfar. Dai dan Penulis yang dulu pernah kau kagumi itu. Datang ya..? Sahabatmu, Kanita”

Ia terus berjalan terseok. Ada air mata yang turun dari pipi Indah yang putih bersih. Entah apa makna air mata itu. Hanya ia yang tahu. 

Bibirnya berdesis getir, ”Takdir cinta, siapa yang tahu..”.  (*)

 

TAG