PROF. DR. KH. ALI YAFIE DAN KONTRIBUSINYA DALAM HUKUM FIQIH DI NUSANTARA Bagian 3

By Opini Ummah | 17 November 2025 13:35:04 | 31 | 0
by mediaummat tabloid
by mediaummat tabloid

B.     Kontribusi Pemikiran Fikih Sebelum term Fikih Sosial muncul, telah ada beberapa pembaruan Fikih di Indonesia. Hasby Assidiqie tahun 1960an memunculkan ide Fikih Indonesia). Ada pula ide Fikih Madzhab Nasional (Madzhab Indonesia) yang digagas oleh Hazairin pada tahun 1960an. Munawir Sjadzali pernah mengusulkan ide Reaktualisasi Ajaran Islam. Kemudian pada 1991 muncul Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang "dianggap" ijmak Ulama Indonesia, yang diinstruksikan oleh Presiden Soeharto. Baru kemudian muncul ide Fikih Sosial pada 1994 oleh KH. 'Ali Yafie dan KH. Sahal Mahfudh. Gagasan fikih sosial muncul sebagai respon di kalangan intelektual NU karena adanya ketidakpuasan mereka dengan kondisi Bahtsul Masail yang terkesan statis, beku, dan kering. Kondisi ini disebabkan oleh masih kuatnya pengaruh pola bermazhab secara qauly di kalangan mayoritas ulama NU. Padahal, tuntutan masyarakat akan perlunya hukum Islam yang kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi sosial sekarang ini tidak hanya datang dari intern warga NU saja, melainkan juga datang dari masyarakat pada umumnya. Maka diperlukan pola bermadzhab secara manhajy. Bermadzhab tapi dengan mengikuti manhaj atau cara berpikir  para ulama dalam menggali sebuah hukum. Dibanding ide-ide sebelumnya, Fikih Sosial ternyata tak menimbulkan resistensi di kalangan masyarakat sebagaimana ide pembaruan Fikih lainnya, karena terkait dengan instrumen ide Fikih Sosial itu sendiri yang mengambil pokok pemikirannya dari rahim tradisi Fikih Klasik yang sudah mengakar. Yaitu konsep Maqashid al-Syari'ah dan konsep Fardlu 'Ain-Fardlu Kifayah. Selain itu, Fikih Sosial semangat reaktualisasi Fikih Klasik, sebagai yang telah mengakar di kalangan masyarakat tradisional, juga sebagai respon atas pandangan miring terhadap Fikih Klasik. Karena itulah Fikih Sosial merupakan tema yang sangat besar dan penting dan harus dikontekstualisasikan dengan pandangan masa kini, sehingga Fikih dituntut harus sedikit demi sedikit berjarak dengan ide partikularitasnya, menuju wacana perubahan sosial yang konteksnya lebih luas. Fikih sosial berusaha mereaktualisasikan ajaran Fikih klasik, yang sering dicap buruk, tapi dengan pendekatan yang berbeda. Yakni berusaha melihat Nash dari dua sudut pandang sekaligus: tekstual dan kontekstual, tak ada yang lebih dimenangkan satu sama lain dalam segi mekanisme. Dalam mekanisme Fikih Sosial mencoba verifikasi kembali mana persoalan-persoalan agama yang pokok dan mana yang cabang. Itu dilakukan dengan metode Maqashid al-Syari'ah dengan tipologi dlaruriyyat (primer), hajjiyyat (sekunder), dan tahsiniyyat (tersier). Ali Yafie dalam kata pengantar bukunya Menggagas Fikih Sosial mengakui bahwa uraiannya dalam buku tersebut bukanlah merupakan fatwa, tetapi pemikiran yang berorientasi pada fikih dalam berbagai macam persoalan menurut pandangan seorang santri. Ia menyadari betul bahwa dirinya hanyalah seorang santri, meskipun oleh banyak kalangan pemikirannya dipandang cukup menggambarkan seorang pemikir modern. Buku Menggagas Fikih Sosial merupakan wadah yang dijadikan Ali Yafie dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya. Buku ini terbagi ke dalam beberapa bagian. Pertama, membahas seputar sumber ajaran Islam. Kedua, tentang perkembangan fikih di Indonesia. Ketiga, masalah pengembangan masyarakat dalam tinjauan Islam. Keempat, pembangunan ekonomi dalam tinjauan Islam. Kelima, wanita dan keluarga dalam perspektif Islam. Dalam buku tersebut ada beberapa hal yang menjadi pokok bahasan antara lain tentang pengrusakan lingkungan, kemiskinan, kependudukan, masalah asuransi, wanita dan ukhuwah.

TAG