77 Indonesia Merdeka: Jangan Biarkan Kecerdasan Polri Ditembak Mati! Abuse of Power

By Opini Ummah | 13 December 2022 00:24:18 | 221 | 0
Picture by: freepik
Picture by: freepik

“Melaksanakan perintah pimpinan”, Bharada E Dkk.

Seabstrak itukah makna loyalitas ajudan terhadap institusinya?

“Mendapat perintah pimpinan”, Doddy.

Dan selemah itukah metakognitif Kepolisian Indonesia, merdeka ini?

Apabila membaca fenomena di atas, rasanya sangat sulit diterima argumen tersebut. Indonesia sudah tidak lagi hidup di zaman kolonial yang mengagungkan raja yang identik dengan kekuasaannya untuk rakyat harus tunduk terhadapnya.

Dalam akal polos rakyat tanpa gelar bBintang, argumen untuk melaksanakan tugas pimpinan untuk melanggar norma dan hukum merupakan hal yang tidak logis. Pembunuhan dan narkoba adalah kejahatan yang tidak akan pernah dibenarkan dengan pembelaan apapun. Cepat atau lambat, kasus semacam itu akan lebih mudah terdeteksi, terutama bagi Polri yang berada di lingkungan strategis.

Lantas seperti apakah, petaka Bharada E dan para Ajudan Polri lainnya dapat terseret pada ketetapan sebagai tersangka saat menjalankan perintah pimpinan, apabila dilihat dari perspektif kecerdasan budaya!

Menurut Peterson (2004: 89) kecerdasan budaya adalah kemampuan untuk terlibat dalam serangkaian perilaku yang menggunakan keterampilan seperti; bahasa atau interpersonal serta kualitas seperti; toleransi, fleksibelitas) yang disusun secara tepat untuk nilai-nilai berdasarkan budaya dan sikap orang-orang yang berinteraksi dengan orang lain.

  1. Metakognitif

Metacognitif adalah kekokohan dan pengendalian proses pikiran seseorang yang dapat membantu secara efektif dan benar-benar memahami dalam proses berpikir. Seseorang yang memiliki kecenderungan metacognitif tinggi umumnya lebih memiliki kesadaran yang konsisten atas perbedaan budaya. Kesadaran tersebut diikuti dengan fungsi fleksibilitasnya, fungsi fleksibilitas yang memungkinkan seseorang merevisi mentalnya saat menghadapi budaya yang berbeda. Jika dalam kasus Sambo yang melibatkan banyak ajudan sebagai tangan panjang untuk melakukan maksudnya untuk menembak Brigadir J dapat ditemukan dengan pertanyaan dan jawabannya kepada RR sebelum penembakan tersebut berlangsung yang dikutip sebagai berikut:

Sambo “Berani enggak kamu tembak Yhosua?”

RR “Tidak, mental saya tidak siap.”

Yang kemudian dibalas Sambo “Ya tidak apa-apa, tapi kamu bantu kalau Yhosua lawan.”

Dari sini Sambo mencari Bharada E “Siap enggak kamu tembak Yhosua?” dan Bhada E menjawab “Siap!” sesaat Ia telah mendengar cerita pelecean versi Sambo kepada Bharada E.

Artinya dari segi Sambo melihat, bahwa ada ragam budaya kepatuhan ajudan dalam menerima perintahnya. Dalam hal ini RR yang sempat mengaku tidak siap mental kemudian Sambo mencari orang lain yang mungkin siap yaitu Bharada E.

Sedangkan dari sisi RR, Ia telah menunjukan sedikit inkonsistensi karena Ia mengatakan “Siap!” ketika diminta membantu.

Tanpa disadari, hal di atas menunjukan kurang tingginya tingkat kecerdasan metacognitive RR untuk tetap berani menyampaikan perbedaan pendapat.

  1. Cognitive

Kecerdasan cognitive adalah seseorang mengetahui apa yang diketahui, namun juga apa yang tidak diketahuinya. Hal tersebut meliputi norma dan perilaku spesifik, pandangan umum, nilai-nilai, serta historis, politik, dan pemerintahan dari masyarakat dan budayanya. Tentu secara norma tertulis, baik Sambo maupun para ajudannya mengetahui tentang norma-norma kepolisian yang setidak-tidaknya tercantum dalam Etika Kelembagaan Pasal 13, Ayat 2, Huruf A dan B tentang Larangan Anggota Polri:.

  1. setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai dilarang “Memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan” dan
  2. “Menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab” Pasal 7, Ayat 3 Etika Kelembagaan etiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai anggota wajib
  3. “Menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama dan norma kesusilaan; dan
  4. “Melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah.

Demikian pengetahuan cognitive semacam ini harusnya telah diperoleh para calon Polri ketika sedang masa pendidikan untuk menjadi bekal ketika telah resmi menjadi polisi.

  1. Motivasi

Kecerdasan motivasi  adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan atau memfokuskan perhatian dan energinya untuk mempelajari dan mengoptimalkan kemampuannya, sehingga seseorang dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam situasi budaya yang berbeda. Apabila dikaitkan dengan kasus penembakan yang dilakukan Bharada E, maka profil Bharada E yang dikabarkan sebagai Penembak Jitu di Korps Satu Pelopor Brimob tersebut tidak diarahkan untuk mengoptimalkan kemampuannya. Kecerdasan motifasi juga disebutkan, bahwa motifasi yang dimaksud tidak sebatas motifasi untuk melakukan sesuatu tetapi bagaimana suatu hal tersebut dapat bernilai. Sementara Bharada E motifasinya hanya untuk melaksanakan perintah, tanpa melihat nilai dari perbuatannya.

Adapun faktor-faktor dalam kecerdasan motifasi antara lain:

  • Minat intriksik; dorongan dalam diri untuk menyesuaikan diri
  • Minat ekstrinsik; dorongan dari pihak luar
  • Self-Effecacy penyusuaian diri; keyakinan yang muncul terjadi dalam perbedaan budaya
  1. Behaviour

Warga dan instansi antar budaya mempunyai kemampuan untuk mengubah perilakunya seperti hening dan berinteraksi, kedekatan dan menjaga jarak, serta perselisihan yang bergantung pada gaya budayanya. Hal ini jelas menunjukan, bahwa kecerdasan budaya yang terkait erat dengan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar pun tidak semata-mata semua kondisi dapat diikuti budayanya. Setelah seseorang mengetahui, menganalisis dengan masak-masak seharusnya seseorang dapat merubah perilakunya.

Pada kasus Bharada E, diketahui pihaknya yang tidak sempat mengubah perilakunya, meskipun sebelum kejadian tersebut Bharada E sempat berdoa yang menunjukan keraguan dalam dirinya. Sementara perubahan perilaku terjadi ketika pihaknya menyadari dan menyesali perbuatannya dengan pengakuannya dengan rasa haru.

TAG